Senin, 01 Agustus 2011

Mengorek Mistisme Jawa

Beni Setia
http://www.suarakarya-online.com

AFRIZAL MALNA, via “Sebuah Novel dalam 11 Cerpen dan Politik Imajinasi Jawa dari “dia-yang-bercerita”-Kata Pengantar di dalam kumpulan cerpen Fahrudin Nasrulloh, Syekh Bejirun dan Rajah Anjing (Pustaka Pujangga, Lamongan, 2011)-, menggarisbawahi tiga entitas pendukung cerita: obyek yang diceritakan, subyek sang pencerita, dan penerima cerita. Sedang Fahrudin Nasrulloh (FN), sebagai sang subyek pencerita, menulis pengantar yang menggarisbawahi peranan penting dari bahan yang mendorongnya bercerita, dengan merunut asal-usul dari semua bahan cerita yang kini berujudkan 11 cerpen. Lantas bagaimana nasib pembaca cerita yang meresepsinya?

Ketika FN bercerita tentang santri yang kerasukan dan tidak bisa disembuhkan oleh kiai di manapun karena kalah bertanding dengan jin. Bagian teks ini merupakan rujukan riil cerpen “Arung Beliung”, yang bercerita tentang santri yang secara batinia diajari ilmu sesat oleh kelompok malaikat pendosa dan jin terkeji, dan mendapat ikon tato rajah puting beliung, dan menjadi problem besar akidah di Indonesia cq sembilan “wali kutub”. Dan meski si santri mengorbankan dirinya dengan dikubur hidup-hidup, tapi rajah puting beliung-ikon nash-nash sesat-tak bisa ditaklukkan, bahkan bangkit dari kuburan, berupa ratusan cacing merah dan lintingan rajah api yang mengganyang kiai Bahlawi. Manifestasi magic’s thriller yang mencekam seperti serial Supernatural.

Sedangkan pengalamannya mempelajari ilmu tarekat dan sufisme Jawa terbuhul dalam cerpen “Surabawuk Megatruh”. Kisah tentang hamba rasionalitas yang mampu menguasai pengetahuan murni karena benang ruh bisa menghubungkan sukma, nalar murni dan kesadaran hening. Tokoh yang bertualang demi debat dengan sembarangan kiai agar mendapatkan kepastian tentang ada Tuhan-sekaligus menafsikan keimanan yang tidak didukung bukti keberadaan Tuhan. Akhirnya Surabawuk bertemu dengan Kiai Hasan Besari, dari Ponorogo-guru pujangga besar Jawa, Ranggawarsita. Terjadi debat tentang keberadaan Tuhan, antara rasionalitas yang amat membutuhkan rujukan bukti riil dengan si yang menghayati dan merasakan keberadaan-Nya ketika didatangi (kerasukan) Tuhan.

Debat soal keimanan yang disampaikan nyaris datar, tapi sengaja dibuhul dalam pengalaman Surabawuk berada dalam ketiadaan karena munculnya keberadaan-Nya- yang mutlak meniadakan segala ada yang diadakan. Aroma spiritual ini nyaris sejajar aura batini dalam cerpen “Abu Zardak”, yang bersicerita tentang mengalami alam ada dan tiada tapi tidak kerasukan “yang mengadakan” sebab berangkat dengan ilmu sesat yang mengadaikan ketiadaan. Sehingga kita tak tahu: Abu Zardak dicerahkan seperti Surabawuk, atau tersesat seperti murid kiai Bahlawi, Ali Subaka. Ini berbeda dengan cerpen “Syekh Bajirum dan Rajah Anjing”, yang bersicerita tentang kitab Arabi yang berisi aneka ajaran takhayul yang sengaja dioplos dengan ilmu sekuler, yang dipesan Majapahit untuk menjinakkan Demak (baca: Islam). Teks sinkretisme sesat yang tidak diridlai Allah, yang dieliminasi-Nya dengan bencana badai yang memusnahkan kapal pembawa kitab Arabi pesanan Majapahit.

Syeikh Bajirun-kurir penjemput-mati, teks kitab Arabi pesanan-berikon rajah anjing-musnah, karenanya babon ajaran sesat itu tak sampai di Jawa dan dipakai oleh Majapahit buat mengacaukan hakekat Islam kaffah. Sayangnya pihak yang tak punya latar pesantren tak hapal akan etos validisasi menulis buku kuning di pesantren, yang harus selalu bertolak dari ikhlas dan berharap agar kuasa Allah SWT mengujud ketika menguji yang ditulis itu merupakan ilmu yang bermanpaat. Caranya kitab yang selesai ditulis itu dimasukkan ke dalam air (al-maa’un) dan kalau saat diangkat tintanya tidak luntur maka buku itu legal dianggap Allah SWT bermanpaat. Dan bila hilang tintanya dan pembawanya mati dalam bencana laut?

Dan bagaimana Serat Centini-versi prosa Elizabeth D Inandiak-mempersona si pengarang, dan mendorongnya untuk membuat cerita rekaan bebas, sempalan dari pakem Centini. Fiksionalisasi fakta (fiktif) seperti terlihat di cerpen “Montel”, “Abu Zardak”, “Prahara Giri Kedaton”, dan “Huru-Hara Babarong”. Montel itu sisi lain dari Abu Zardak, si yang terpilih jadi sang pengemban mistisisme Jawa setelah Giri Kedaton dimusnahkan Sultan Agung dan Pangeran Pekik Seiring Amongraga dan Tambangraras jadi ulat yang dilahap oleh Sultan Agung dan Pangeran Pekik, seperti yang ditekankannya pada cerpen “Prahara Giri Kedaton”. Sekaligus cerpen “Duel Dua Bajingan” jadi versi kembang paling sekuler, melulu soal kanuragaan para murid mistisme (Jawa) dari Giri Kedaton-bersisejajar dengan cerpen “Huru-Hara Babarong” dan cerpen “Puputan Walanda Tack” yang berinterteks dengan pemberontakan Surapati di masa Amangkurat II. Sedang dua cerpen lain, “Memburu Maria van Paousten” dan “Nubuat dari Sabrang” murni fiksi. Dan meski bertolak dari si pemburu kitab kuning dan ilmu mistik Jawa sehingga si tokoh dihantui kebenaranan lain, dan bagaimana kebenaran itu bisa digunakan untuk menolong yang dikutuk oleh kejahatan masa lalu-cerpen “Memburu Maria van Paosten”-, tetapi tekanannya tetap pada cerita, usaha, rasa bersalah, dan takdir yang tidak bisa ditolak.

Cerpen “Nubuat dari Sebrang” berkisah tentang kitab Nubuat dari Sabrang yang tampaknya sengaja ditulis Snouck Hurgrunje untuk memecahbelah Islam, meski teks itu seperti ditulis bersama asistennya: Teungku Husein Goeje-sehingga isinya sama dengan Hikajat Pejalan dari Sabrang yang ditulis dan didedikasikan Teungku Husein Gouje buat Snouck Hurgronje.

Tapi, seiring dengan informasi Teungku Husein Goeje itu penganut Hamzah Fansury, si penganut dan pengamal mistisme, maka penyesatan dalam teks Nubuat dari Sabrang itu bermotif apa? Apa si Snouck Hurgronje memang sengaja menuliskan ilmu sesat sementara mereka-bersama si tokoh cerpen, Teungku Hasan Musthapa, yang dikenal sebagai mistikus Sunda-pernah bersitualang ke Jawa Timur dan Madura, dan mendapatkan hadiah kitab-kitab tentang mistisme Islam dari pesantren-pesantren di Jawa Timur dan Madura?

Apakah sosok Snouck Hurgronje itu seperti Ali Subaka atau seperti Surabawuk? Tapi untuk apa ikut memahami hal yang hakiki itu kalau Snouck Hurgronje itu hanya Orientalis yang bertugas-melakukan riset partisipasif-memahami apa landasan nash dari jihad Islam di Aceh, sehingga dengan mengetahuinya Belanda merasa akan kuasa memotong motif jihad dengan nash yang menentang anjuran jihad? Sayang pengarang merasa lebih berkepentingan dengan fakta jiwa Snouch Hurgronje itu telah dicerahkan secara mistis, sehingga (agaknya) tidak mungkin menyampaikan ajaran sesat-dengan menunjukkan kesesatan dan penyesatan itu mungkin berasal dari asistennya, Teungku husen Goeje.

Fakta-fakta itu-banyak yang dikuatkan dengan catatan kaki, yang bisa mencapai satu halaman, dan juga rujukan referensial yang menunjuk ke kitab kuning tertentu- membuat kita berkutet dengan tanya: apa yang diceritakan itu berdasar data rujukan yang valid. Karena catatan kaki itu terkadang tempat si pengarang menuliskan lanturan fiksi kecil yang imajinatif, tapi pengembangan fantasia itu tetap berlandaskan asumsi mistisme yang menuntut pengalaman dan pengetahuan mistisme Jawa tertentu.

Tanpa itu kita akan tersesat dalam ketidakpahaman. Dan lebih rumitnya, semua yang merujuk ke mistisme Jawa itu diungkapkannya dengan gaya sastra tutur berbasis diksi bersanjak ala ludruk, simbolika refresentatif yang esotermik, dan idiom berkosa kata Jawa yang dituliskannya tanpa bercatatan kaki. Rumit serta menuntut penafsiran yang lebih. Sekaligus teks (FN) jadi varian dan sisi lain sastra berbasis mistisme Jawa Danarto-sebuah varian genre sastra lokal dari sastra Indonesia modern.***

Sabtu, 30 Juli 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Akhmad Sekhu Anakku Inspirasiku Anett Tapai Antologi Puisi Kalijaring Arti Bumi Intaran Asarpin Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Awalludin GD Mualif Beni Setia Berita Utama Binhad Nurrohmat Brunel University London Buku Kritik Sastra Catatan Cover Antologi Puisi Bersama Cover Antologi Puisi Buwun Cover Antologi Puisi Empat Kota Cover Antologi Puisi Kitab Para Malaikat Cover Antologi Puisi Ngaceng Cover Antologi Puisi Penyair Perempuan Asas Sihir Terakhir Cover Antologi Puisi Tunggal ALUSI Cover Antologi Puisi Wanita Yang Kencing Di Semak Cover Antologi Sastra Lamongan Cover Balada-balada Serasi Denyutan Puri Cover Balada-balada Takdir Terlalu Dini Cover Jaran Goyang Cover Jurnal Kebudayaan The Sandour Cover Kumpulan Cerpen Amuk Tun Teja Cover Kumpulan Esai Nabi Tanpa Wahyu Cover Kumpulan Esai Trilogi Kesadaran Cover Novel Delusi Cover Novel Kantring Genjer-genjer Cover Novel KUMALA Cover Sahibul Hikayat al Hayat Daisuke Miyoshi Dari Lisan ke Lisan Denny Mizhar Di Balik Semak Pitutur Jawa Dimas Arika Mihardja Edisi III Eka Budianta Enda Menzies Esai Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia Fahrudin Nasrulloh Fanani Rahman Gemuruh Ruh Gerakan Surah Buku (GSB) Hasnan Bachtiar Herbarium Heri Listianto Herry Lamongan Hudan Hidayat Ibnu Wahyudi Imam Nawawi Imamuddin SA Iskandar Noe Jawa Pos Jual Buku Jurnalnet.com Kembang Sepatu Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Laksmi Shitaresmi Lampung Post Leo Tolstoy Lintang Sastra Yogyakarta Liza Wahyuninto Logo M. Yoesoef Mahmud Jauhari Ali Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mashuri Mazhab Kutub Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri MG. Sungatno Mohammad Eri Irawan Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Murnierida Pram Nenden Lilis A Noval Jubbek Nurdin F. Joes Nurel Javissyarqi Obral Buku Lamongan Obrolan PDS. H.B. Jassin Penerbit PUstaka puJAngga Pontianak Post Pringadi AS Psikologi Fenomenologi Eksistensialisme Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Republika Resensi Robin Al Kautsar S.W. Teofani Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Teater Jerit Sastra Eksistensialisme-Mistisisme Religius Sastra Perkelaminan SastraNesia Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Suara Karya Sungatno Sunu Wasono Supaat I. Lathief Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syeh Bejirum dan Rajah Anjing Tarmuzie Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tu-ngang Iskandar Universitas Indonesia Veronika Ninik Wawan Eko Yulianto Welly Kuswanto Yuditeha Yuningtyas Endarwati Zainal Arifin Thoha