Senin, 08 Agustus 2011

Surat balasan untuk Dimas Arika Mihardja

Nurel Javissyarqi

Sebelum balasan surat ini merambat jauh, maafkan “saudaraku” Dimas Arika Mihardja (DAM) jikalau alunanya terlalu subyektif nantinya, tersebab dalam hal ini aku mengandalkan daya ingat serta semacam men-gayal masa lalu (mengingat yang terlewat), bukan ber-hayal yang bermakna lencungan ke masa depan atau angan-angan.
Lagian kala membaca suatu karya, pun berpapasan si pengarangnya, kerap kali aku berjarak, ini tak lebih demi merawat pandanganku agar timbul keobyektifan selalu, maka di wilayah susastra pula bebidang ilmu pengetahuan lain, aku melihat (membaca, mengamati, meneliti) dengan membawa jiwa ini sebagai orang asing, semisal tersesat di keramaian pasar, lebih jauh gembel yang berlalu lalang, membuat orang-orang muak, namun di kedalamannya berdaya jangkauan selidik sebagai makhluk di luar lingkaran, kadang malah diriku sendiri menjadi sasaran selidik atas dua bola mataku yang nakal, pandangan bathinku, kedua mataku seperti berayun-ayun mengudara dan tiada yang menyaksikannya, aku pun tak bisa melampaui kecurigaannya, demikian aku memasuki kehidupan, sebagai insan bebas tak beridentitas, tepatnya pengelana.

DAM, kita pertama atau paling akhir ketemu di Ngawi, kata paling akhir sebab masih nyantel diingataku, tidak salah DAM berasal dari Jogjakarta yang kini bermukin di Jambi (nama ini mengingatkan sebuah pohon), kata pertama karena lamat-lamat seolah pernah berjumpa di Jakarta, kedua peristiwa tersebut dalam acara sastra, tentu aku hanya melihat, sebab lebih menyukai sebagai subyek yang bisa leluasa membaca daripada dibaca, inilah alasanku kenapa kerap keberatan diminta membaca puisi misalnya. Setidaknya perpustakaan pribadiku sebagai bukti bahwa aku tidak hanya suka sastra, bebidang pengetahuan aku perlakukan sama di mejaku pula tokoh-tokoh yang menghidupkan ruangan belajarku berlainan dunianya, dari mereka aku peroleh banyak dialog pelajaran yang lebih menyadari posisi diri sebagai pengelana, untuk menghindari kefanatikan membuta yang kerap dirasakan oleh para pelaku yang hanya berfokus dalam bidangnya saja.

Dua alasanku paling penting kenapa berjarak dengan dunia sastra, satu telah kusebutkan di atas, selanjutnya agar tiada yang merasa terganggu, entah cemburu, benci atau persaingan berwatak buruk. Mungkin yang kulakukan separas ayu kesenangan, bukan bentuk profesi yang wajib diperjuangkan, lantaran kenyataannya aku menyukai nilai-nilai hikmah, dan kasus aku menggugat SCB sekadar ingin meluruskan pandangan, kalaulah adanya ketidaksesuaian dapat didialogkan lebih dewasa dengan porsi seimbang lewat kesadaran berpijak, bukan hanya luapan lewar apalagi sugesti sulapan. Istilahnya jalanku sejenis bermain tanpa beban guna merawat jiwa ini tetap sumringah, tidak ada gontok-gontokkan kecuali kepada nilai-nilai yang saling diperjuangkan demi menemukan wajah bijak, kesejatian diraih untuk harkat kemanusiaan pengisi bumi keselamatan setanggungjawab.

Aku baca berulang kali surat itu, kata “sahabatku” dari DAM, sungguh menyejukkan hatiku, lalu hadir sekelebat bayangnya sesosok pengajar yang dikaruniahi kelembutan perangai pun lantunan kalimahnya sama, sahaja dalam menembangkan hayat, seolah tiada nada tinggi rendah bagi yang disapanya, andai naik-turun tak lebih sudah diperem lewat kesabaran lama, pribadi demikian laksana banyu (air) pula desir bayu lembut menyusup ke sela-sela batu, atau rimbunan daun-daun meski pohon yang diterpanya menjulang angkuh, tetaplah air pun angin tersebut mencurah dari ketinggian, keayuhan sentuhan, ketampanan bisikan menghadirkan kemungkinan serupa rahmat tuhan tiada berbilang melimpahruah, tentu melalui perawatan, tanggul mengaliri pesawahan, kincir angin, kincir air, menggerakkan energi listrik dalam menjaga lampu-lampu keharmonisan dikala petang pula diselimuti malam seorang, dan siang hari putarannya menyenangkan para penyaksi semua lapisan, setiap kalangan.

Sebenarnya, selepas buku tersebut terbit aku berhadap ada sanggahan balik, hujatan, bantahan, syukur-syukur pembantaian karya, entah dari SCB sendiri yang sudah memegang buku itu sejak di kota Malang, atau dari orang-orang sepaham, para kritikus yang pernah terpukau sepak terjang kepenyairannya. Sehingga diriku lebih leluasa mengudar data selanjutnnya soal puisinya dari para penyair lain sebelumnya atau aku sendiri yang menyikapi tanggapannya juga perihal yang diusung SCB mengenai otonomi daerah yang nantinya aku ambil sedari awal sejarah berdirinya NKRI, agar tidak berfahamkan seolah berasal dari semangat angkatan tahun 1970an. Tapi karena kupasan DAM senada dengan bidikanku, maka aku masih menunggu yang mengendap-endap itu demi belajar, guna sama-sama menyadarinya di ruangan nyata, bukan di tempat imajinasi ataupun pamor bikinan media massa semata.

Mungkin dengan sikapku ini, aku pribadi minimal dapat memahami dan mempercayai keberadaan kesusastraan Indonesia, bukan hanya lewat membaca karya mereka atas keahlian merakit sejarah susastra Tanah Air dengan susastra dunia bersama tokoh-tokohnya, dengan keterlibatan ini menjatuhkan mimpi serta imajinasi, berharap benar-benar sedada jantung kesadaran. Turun gununglah kalau ada merasa di ketinggian, seperti Dimas Arika Mihardja yang ringan mengulurkan tangan wawasannya demi manfaat bersama. Semisal ingataku yang masih dinaungi awan ragu-ragu pada hasil penyelidikan para pengupas puisi SCB dengan membandingkan kekaryaan tokoh Hamzah Fansuri contohnya, agar tak tampak sekadar kata-kata pujian, namun juga menengok sepantulan perbuatan pula corak yang dikembangkan keduanya di hadapan umat, sehingga tidak sebunyi-bunyian ganjil sindiran sastrawan Mochtar Lubis mengenai mantra: “...bim salabim, nah... keluar kelinci dari dalam topi”.

Demikian surat balasanku, jikalau hati ini besok-besoknya masih ingin menuliskan kembali, maafkan mengganggu, matur nuwon sanget...

* pengelana dari bencah tanah Jawa, Lamongan.
Sumber: http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150253475176469

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Akhmad Sekhu Anakku Inspirasiku Anett Tapai Antologi Puisi Kalijaring Arti Bumi Intaran Asarpin Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Awalludin GD Mualif Beni Setia Berita Utama Binhad Nurrohmat Brunel University London Buku Kritik Sastra Catatan Cover Antologi Puisi Bersama Cover Antologi Puisi Buwun Cover Antologi Puisi Empat Kota Cover Antologi Puisi Kitab Para Malaikat Cover Antologi Puisi Ngaceng Cover Antologi Puisi Penyair Perempuan Asas Sihir Terakhir Cover Antologi Puisi Tunggal ALUSI Cover Antologi Puisi Wanita Yang Kencing Di Semak Cover Antologi Sastra Lamongan Cover Balada-balada Serasi Denyutan Puri Cover Balada-balada Takdir Terlalu Dini Cover Jaran Goyang Cover Jurnal Kebudayaan The Sandour Cover Kumpulan Cerpen Amuk Tun Teja Cover Kumpulan Esai Nabi Tanpa Wahyu Cover Kumpulan Esai Trilogi Kesadaran Cover Novel Delusi Cover Novel Kantring Genjer-genjer Cover Novel KUMALA Cover Sahibul Hikayat al Hayat Daisuke Miyoshi Dari Lisan ke Lisan Denny Mizhar Di Balik Semak Pitutur Jawa Dimas Arika Mihardja Edisi III Eka Budianta Enda Menzies Esai Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia Fahrudin Nasrulloh Fanani Rahman Gemuruh Ruh Gerakan Surah Buku (GSB) Hasnan Bachtiar Herbarium Heri Listianto Herry Lamongan Hudan Hidayat Ibnu Wahyudi Imam Nawawi Imamuddin SA Iskandar Noe Jawa Pos Jual Buku Jurnalnet.com Kembang Sepatu Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Laksmi Shitaresmi Lampung Post Leo Tolstoy Lintang Sastra Yogyakarta Liza Wahyuninto Logo M. Yoesoef Mahmud Jauhari Ali Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mashuri Mazhab Kutub Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri MG. Sungatno Mohammad Eri Irawan Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Murnierida Pram Nenden Lilis A Noval Jubbek Nurdin F. Joes Nurel Javissyarqi Obral Buku Lamongan Obrolan PDS. H.B. Jassin Penerbit PUstaka puJAngga Pontianak Post Pringadi AS Psikologi Fenomenologi Eksistensialisme Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Republika Resensi Robin Al Kautsar S.W. Teofani Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Teater Jerit Sastra Eksistensialisme-Mistisisme Religius Sastra Perkelaminan SastraNesia Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Suara Karya Sungatno Sunu Wasono Supaat I. Lathief Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syeh Bejirum dan Rajah Anjing Tarmuzie Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tu-ngang Iskandar Universitas Indonesia Veronika Ninik Wawan Eko Yulianto Welly Kuswanto Yuditeha Yuningtyas Endarwati Zainal Arifin Thoha