Senin, 08 Agustus 2011

Syarah Kitab Para Malaikat

Untuk Sebuah nama: Sonia Scientia Sacra
Robin Al Kautsar
http://sastra-indonesia.com

I
Penyair memberi judul sebuah puisinya (antologi puisi?) dengan memunggah kata Kitab. Salah satu kata yang memiliki bentangan makna yang cukup lebar. Kitab bernuansa sebagai kitab suci, kitab keagamaan, kitab wejangan / pedoman hidup yang harus disikapi takzim (walau belum pernah membacanya sekalipun) karena isinya menunjukkan kesucian dan kebesaran yang harus diperjuangkan dan kita tuju. Sementara di sisi lain ada sebuah kitab yang tidak kalah serius, seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), namun sering dicibir orang dengan “Kasih Uang Habis Perkara.”

Judul Kitab Para Malaikat sering menggoda saya untuk menghubungkan dengan Al-Kitab Perjanjian Lama yang di dalamnya memuat judul-judul: Kitab Hakim-Hakim, Kitab Para Raja, Kitab Para Pengkhotbah. Tetapi tidak sampai di situ, Kitab Para Malaikat juga memiliki bagian yang bernama Surat Kepada Gerilyawan yang ditulis oleh orang lain, sama seperti Al-Kitab Perjanjian baru yang memiliki bagian yang bernama Surat Paulus kepada Jemaat di Roma, Surat Paulus kepada Jemaat di Galatia, Surat Paulus kepada jemaat di Efesus dan lain-lain yang juga ditulis orang lain (Paulus).

Judul itu juga mengingatkan saya pada masterpiece Iqbal yang berjudul Javid Nama (Kitab Keabadian) yang mendeskripsikan semacam mikrajnya Penyair Iqbal ke dunia lain dengan dibimbing oleh Mursyid Jalaluddin Rumi.

Apakah kemiripan judul dengan dua kitab tersebut Kitab Para Malaikat ingin menjadi “sastra serius,” “sastra profetik” atau “sastra sufi” yang berpretensi menyodorkan “posisi yang tegas” yang setelah menegasikan kebobrokan manusia kemudian menunjukkan jalan kebenaran atau paling tidak sesuatu yang paling penting secara moral kepada masyarakat luas? Mari kita kaji Kitab ini bersama-sama.

Di depan pintu kitab ini saya diminta untuk percaya bahwa kitab ini merupakan kumpulan puisi (antologi puisi). Tetapi setelah melongok kitab ini sekilas yang penuh dengan panorama judul dan bait puisi secara masif, saya memutuskan untuk menyikapinya sebagai satu puisi panjang, dan bukan antologi puisi, sebagaimana Al- Kitab, Javid Nama serta serat-serat dalam sastra Jawa. Walaupun sayang penomoran dengan angka romawi sangat mengganggu penikmatan saya. Penomoran tersebut walaupun tampak seperti epigon dari kitab suci, justru sangat mengotori layar kesadaran pembaca.

Di depan pintu kitab ini saya sangat bertanya-tanya dengan nama-nama besar filsuf, matematikus, ahli bahasa, kritikus sastra, sufi serta penyair, yang anehnya terakhir justru bukan nama orang, tapi nama sebuah isme. Apakah maksudnya ini? Apakah penyair tidak nyaman hanya sebagai penyair, sehingga harus memperluas identitasnya (kebanyakan mereka ahli fikir)? Atau sekedar kegenitan belaka bahwa penyair sangat onsesif untuk punya nama besar? Sebenarnya saya malu mempertanyakan ini. Tapi saya kira ini penting karena jerawat runyam itu terpampang mencolok di pusat wajah. Maafkan saya.

II
Sebagai sebuah kitab mula-mula terbayang bahwa kitab ini akan berisi gambaran zaman terbaru dari makluk terkutuk (Iblis, Kafir, Musyrik, Kapitalis, Nihilis, Liberalis, Hedonis) di satu sisi dan makluk beriman (pengusung wahyu yang kini tidak begitu laku) di sisi lain, yang saling berhadap-hadapan (walaupun tidak mungkin hitam putih), dan Tuhan menguji masing-masing mereka dalam situasi yang berbeda secara saingnifikan dengan masa yang sudah-susah. Tetapi perkiraan saya meleset. Saya tidak menemukan percikan api dari dua benda tajam yang berbenturan. Tidak. Justru penyair terlalu banyak bernyanyi tentang masa lampau dunia pesantren sorogan yang serba koheren, dengan idiom-idiom alam, sedang kita hidup di alam mikroelektronik-digital yang merayakan paradox dan dibayang-bayangi pemanasan global. Bahkan penyair sebenarnya lebih banyak menggumam dan menghindari pernyataan-pernyataan yang tegas-menyodok. Jadi saya tidak melihat sikap baru sebagai hasil dari penyingkapan baru. Perjalanan sang penyair yang diawali dengan bertengger di atas sayap malaikat tidak jelas mau ke masa depan yang mana, mau membawakan misi apa? Dan sayangnya perjalanan yang “menggetarkan” ini tidak didahului oleh doa yang syahdu ke hadirat Tuhan, kecuali sekadar sholawat pendek yang bernuansa agak menjaga jarak dengan Tuhan. Saya dari bawah kibasan sayap malaikat tidak bisa melihat “perbekalan unik” dan “senjata canggih” yang dibawa oleh sang penyair, kecuali butir-butir warisan sufi lama yang agak kusam.

Maafkan saya. Saya ingin melihat pergulatan sufi zaman ini, di mana kemiskinan dapat merontokkan mental masyarakat, termasuk kemiskinan para ulama dan pejabat. Saya harap bait ini bukanlah magnum opus sang penyair dalam menatap masa depan:

Sengaja mengunjungi masa silam
Puja keagungan di tengah pencarian kesejatian


Membasuh kaki-kaki kembara ke makam para wali



III
Di mata saya Nurel adalah calon penyair profetik atau sufi (santai saja, jangan dibaca terlalu serius) yang dapat kita harapkan di masa depan, karena energi juang yang dimilikinya sudah cukup terkenal dan dia juga adalah sosok “penyair pejalan jauh” yang punya nafas panjang dan istiqomah. Saya yakin karyanya yang akan datang benar-benar merupakan Kitab Para Manusia (Masa kini dan Masa Depan), karena kematangannya menyalam sampai ke inti manusia dan kemanusiaan. Manusia jelas lebih kompleks daripada Malaikat.

Ketika Baghdad dikepung oleh tentara Jengiz Khan, dan umat jatuh nyalinya. Justru seorang sufi buta turun ke pasar menyampaikan khotbah yang membakar.

Saya yakin Nurel akan mampu menunaikan tugas penyair sufi masa depan yang berani melakukan “perjalanan ke dalam” dan sekaligus “perjalanan keluar,” yang penuh dengan resiko.

Tugu, 5 Nop 09.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Akhmad Sekhu Anakku Inspirasiku Anett Tapai Antologi Puisi Kalijaring Arti Bumi Intaran Asarpin Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Awalludin GD Mualif Beni Setia Berita Utama Binhad Nurrohmat Brunel University London Buku Kritik Sastra Catatan Cover Antologi Puisi Bersama Cover Antologi Puisi Buwun Cover Antologi Puisi Empat Kota Cover Antologi Puisi Kitab Para Malaikat Cover Antologi Puisi Ngaceng Cover Antologi Puisi Penyair Perempuan Asas Sihir Terakhir Cover Antologi Puisi Tunggal ALUSI Cover Antologi Puisi Wanita Yang Kencing Di Semak Cover Antologi Sastra Lamongan Cover Balada-balada Serasi Denyutan Puri Cover Balada-balada Takdir Terlalu Dini Cover Jaran Goyang Cover Jurnal Kebudayaan The Sandour Cover Kumpulan Cerpen Amuk Tun Teja Cover Kumpulan Esai Nabi Tanpa Wahyu Cover Kumpulan Esai Trilogi Kesadaran Cover Novel Delusi Cover Novel Kantring Genjer-genjer Cover Novel KUMALA Cover Sahibul Hikayat al Hayat Daisuke Miyoshi Dari Lisan ke Lisan Denny Mizhar Di Balik Semak Pitutur Jawa Dimas Arika Mihardja Edisi III Eka Budianta Enda Menzies Esai Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia Fahrudin Nasrulloh Fanani Rahman Gemuruh Ruh Gerakan Surah Buku (GSB) Hasnan Bachtiar Herbarium Heri Listianto Herry Lamongan Hudan Hidayat Ibnu Wahyudi Imam Nawawi Imamuddin SA Iskandar Noe Jawa Pos Jual Buku Jurnalnet.com Kembang Sepatu Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Laksmi Shitaresmi Lampung Post Leo Tolstoy Lintang Sastra Yogyakarta Liza Wahyuninto Logo M. Yoesoef Mahmud Jauhari Ali Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mashuri Mazhab Kutub Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri MG. Sungatno Mohammad Eri Irawan Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Murnierida Pram Nenden Lilis A Noval Jubbek Nurdin F. Joes Nurel Javissyarqi Obral Buku Lamongan Obrolan PDS. H.B. Jassin Penerbit PUstaka puJAngga Pontianak Post Pringadi AS Psikologi Fenomenologi Eksistensialisme Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Republika Resensi Robin Al Kautsar S.W. Teofani Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Teater Jerit Sastra Eksistensialisme-Mistisisme Religius Sastra Perkelaminan SastraNesia Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Suara Karya Sungatno Sunu Wasono Supaat I. Lathief Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syeh Bejirum dan Rajah Anjing Tarmuzie Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tu-ngang Iskandar Universitas Indonesia Veronika Ninik Wawan Eko Yulianto Welly Kuswanto Yuditeha Yuningtyas Endarwati Zainal Arifin Thoha