Judul buku : Nabi Tanpa Wahyu
Penulis : Hudan Hidayat
Penerbit : PUstaka puJAngga, Lamongan
Cetakan : I Januari 2008
Tebal : xii + 218 halaman
Peresensi: MG. Sungatno *
Dewasa ini, media yang dituding sebagai pemicu meningkatnya grafik kasus-kasus pelecehan seksual; pemerkosaan, pencabulan, pelacuran dan marital rape, tidak jauh dari maraknya VCD-VCD dan gambar porno, film-film 'dewasa' yang salah konsumen, situs-situs porno di Internet dan adegan-adegan lain yang mengeksplorasi sumber-sumber yang merangsang gairah seksual secara vulgar terhadap publik. Tetapi, hanya sebatas media-media seperti diataskah yang patut untuk di tuding sebagai perangsang meningkatnya grafik kasus-kasus pelecehan seksual yang meresahkan masyarakat selama ini?
Bersama buku yang berjudul Nabi Tanpa Wahyu inilah, Hudan Hidayat akan menyajikan karya esei-eseinya yang berbicara tentang karya-karya sastra Hudan sendiri dan sastrawan-sastrawan lain yang pernah –bahkan masih hangat, dituding sebagai salah satu media yang mampu merangsang manusia untuk melakukan dan menambah kasus-kasus pelecehan seksual, menyebarkan penyakit kelamin menular, aborsi dan minimal masturbasi atau onani.
Pada bulan Juni 2007 kemarin, dalam dunia sastra kita, Indonesia, terjadi 'geger' perebutan "kendali" antara Taufiq Ismail dan Hudan Hidayat dalam menggiring perjalanan karya sastra. Dari keduanya tampak memiliki corak pandang pemikiran dan perasaan yang berbeda, dalam menggiring karya sastra untuk melintasi koridor-koridor yang telah diyakini, sehingga mampu meniti hakikat karya sastra yang menjadi perdebatan antara keduanya.
Taufiq Ismail, sebagai sastrawan senior yang namanya telah malang melintang di ranah dunia sastra Indonesia, dengan blak-blakan telah mengkatagorikan adanya karya-karya sastra yang telah menodai nilai-nilai positif sastra. Akibat noda tersebut mampu menjadikan kebudayaan kita menjadi terbakar dan berdampak negatif terhadap aspek kehidupan yang lain; bertambahnya kasus pemerkosaan, menyebarnya penyakit kelamin menular, aborsi dan (minimal) masturbasi. Penyebab dari terbakarnya budaya tersebut, akibat munculnya karya-karya Sastra Madzab Selangkangan (SMS) atau Fiksi Alat kelamin (FAK) yang diiringi bervariasinya ragam VCD porno dan situs seks di internet (hlm. 13).
Sebagai novelis yang bersama Mariana Amiruddin menulis novel Tuan dan Nona Kosong?, Hudan Hidayat merasa tersentak setelah membaca alur pernyataan Taufik Ismail tersebut. Pasalnya, novel yang beratas namakan karya Hudan dan Mariana menjadi salah satu karya sastra yang termasuk korban tudingan pernyataan Taufik tadi. Dari sinilah ketersentakan Hudan membeku menjadi pembelaan berujung perlawanan berwajah karya esei-esei yang telah terpublikasi berkat media massa (koran) dan kini terbukukan dalam 'kitab' ini.
Dalam pembelaannya, Hudan menyampaikan keyakinannya -yang bersumber dari pemahaman terhadap kitab suci yang diyakini, bahwa penceritaan ketelanjangan itu dibolehkan dan sah-sah saja, sebagai contoh, Kitab "Suci" yang telah merelakan dirinya mengandung kisah "pornografi" Adam dan Hawa. Dalam konteks ini, ketelanjangan yang dimaksud Hudan (dalam karya-karya sastranya) sepanjang ketelanjangan yang mampu atau berfungsi untuk sesuatu yang lebih tinggi. Sehingga, untuk mengantarkan 'ketelanjangan' menapaki sesuatu yang lebih tinggi tersebut dibutuhkan adanya tafsir dan keterlibatan penulisnya dalam mengarahkan dan berdialog dengan Mufassir (penafsir) dengan cara kritik sastra.
Tetapi, dalam esainya Hudan yang berjudul Nabi Tanpa Wahyu (hlm. 7-12), Hudan menulis bahwa Taufiq dalam memandang dan menilai karya-karyanya Hudan, dengan sengaja menolak (berkelit) dan membebaskan diri dari tafsir. Sehingga, dari sini pemikiran pembaca akan tersetir –minimal dan maaf- untuk mengatakan bahwa Taufiq Ismail dalam meneropong suatu karya sastra lebih mengedepankan nilai-nilai subjektif dari pada objektif.
Dalam istilah yang lebih ekstim, Taufiq Ismail dituding Hudan sebagai sosok figur tua yang seolah berkeinginan untuk menjadi "nabi tanpa wahyu" yang berkoar-koar dan mengacukan kepalannya pada fenomena sastra yang berseberangan dengan dirinya. Maka, bagaimana bila Taufiq malas berfikir akan kemungkinan tafsir, tapi serentak dengan itu gemar menghujat fenomena sastra yang disebutnya sastra SMS atau sastra FAK.
Katagori yang dibuat Taufiq dengan menstigma sastra SMS atau sastra FAK ini, menimbulkan persoalan dalam cara kita memandang dunia sastra, termasuk cara kita berlogika dalam dunia sastra (hlm. 8).
Menurut Hudan, sastra-sastra yang disebut Taufiq sebagai sastra SMS atau FAK itu, sangat keliru besar. Semisal novel Saman karya Ayu Utami atau cerpen-cerpen Djenar Maesa Ayu. Saman memang bukan karya sastra sekuat klaim tokoh yang terdedahkan dicover bagian belakang buku Saman.
Di dalam novel ini ini, tubuh diangkat mengatasi tubuh, walaupun tidak dengan penggambaran yang meluap-luap. Karena itu, menyebutnya sebagai sastra FAK adalah memandang malam tak bercahaya nan gelap gulita. Padahal, cahaya diangkasa tidaklah luput dari keinginan untuk menerangi malam.
Begitu juga cerpen Djenar yang berjudul Menyusu Ayah (di Jurnal Perempuan) dan Melukis Jendela (di majalah sastra Horison). Di kedua cerpen ini Djenar memang menyebutkan alat kelamin, tetapi alat kelamin itu sekedar untuk masuk untuk makna lain. Yaitu, penderitaan sang anak yang menjadi korban kekerasan keluarga. Darinya menyembul simpati akan korban kekerasan. Bukan nafsu seks yang dalam konteks "sastra madzab selangkangan" yang ditusuhkan Taufiq Ismail.
Buku yang penuh dengan suasana pembelaan dan penyangkalan pendapat (khususnya Taufiq Ismail) ini, penuh dengan spirit pemberontakan yang meledak-ledak dan tendensius, baik dari argumentasi pendukung Hudan maupun upaya Hudan sendiri dalam mengorek alasan. Sudah jelas, buku ini sengaja disusun untuk mengaktualisasikan perdebatan Hudan dan Taufiq secara khusus dan menantang pendapat pembaca yang bersimpang pendapat dengan Hudan dan menjawab apakah sastra SMS/FAK mendidik atau "mencabik-cabik" generasi bangsa kita? ***
*) Peresensi adalah Aktivis Kajian Sastra-Budaya, di Lembaga Kajian Kutub Yogyakarta (LKKY).
http://sastra-indonesia.com/2008/11/pentingnya-tafsir-sastra/
Pelopor Penerbitan Buku di Lamongan, WA: 085 233 316 056 No Rek BRI, Lathifa Akmaliyah 6286-01-028845-53-3
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Rodhi Murtadho
Aguk Irawan MN
Agus B. Harianto
Akhmad Sekhu
Anakku Inspirasiku
Anett Tapai
Antologi Puisi Kalijaring
Arti Bumi Intaran
Asarpin
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Awalludin GD Mualif
Beni Setia
Berita Utama
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Buku Kritik Sastra
Catatan
Cover Antologi Puisi Bersama
Cover Antologi Puisi Buwun
Cover Antologi Puisi Empat Kota
Cover Antologi Puisi Kitab Para Malaikat
Cover Antologi Puisi Ngaceng
Cover Antologi Puisi Penyair Perempuan Asas Sihir Terakhir
Cover Antologi Puisi Tunggal ALUSI
Cover Antologi Puisi Wanita Yang Kencing Di Semak
Cover Antologi Sastra Lamongan
Cover Balada-balada Serasi Denyutan Puri
Cover Balada-balada Takdir Terlalu Dini
Cover Jaran Goyang
Cover Jurnal Kebudayaan The Sandour
Cover Kumpulan Cerpen Amuk Tun Teja
Cover Kumpulan Esai Nabi Tanpa Wahyu
Cover Kumpulan Esai Trilogi Kesadaran
Cover Novel Delusi
Cover Novel Kantring Genjer-genjer
Cover Novel KUMALA
Cover Sahibul Hikayat al Hayat
Daisuke Miyoshi
Dari Lisan ke Lisan
Denny Mizhar
Di Balik Semak Pitutur Jawa
Dimas Arika Mihardja
Edisi III
Eka Budianta
Enda Menzies
Esai
Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia
Fahrudin Nasrulloh
Fanani Rahman
Gemuruh Ruh
Gerakan Surah Buku (GSB)
Hasnan Bachtiar
Herbarium
Heri Listianto
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Ibnu Wahyudi
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iskandar Noe
Jawa Pos
Jual Buku
Jurnalnet.com
Kembang Sepatu
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Laksmi Shitaresmi
Lampung Post
Leo Tolstoy
Lintang Sastra Yogyakarta
Liza Wahyuninto
Logo
M. Yoesoef
Mahmud Jauhari Ali
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Mashuri
Mazhab Kutub
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
MG. Sungatno
Mohammad Eri Irawan
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Murnierida Pram
Nenden Lilis A
Noval Jubbek
Nurdin F. Joes
Nurel Javissyarqi
Obral Buku Lamongan
Obrolan
PDS. H.B. Jassin
Penerbit PUstaka puJAngga
Pontianak Post
Pringadi AS
Psikologi Fenomenologi Eksistensialisme
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Republika
Resensi
Robin Al Kautsar
S.W. Teofani
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Teater Jerit
Sastra Eksistensialisme-Mistisisme Religius
Sastra Perkelaminan
SastraNesia
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Sihar Ramses Simatupang
Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan
Siwi Dwi Saputro
Sofyan RH. Zaid
Suara Karya
Sungatno
Sunu Wasono
Supaat I. Lathief
Suryanto Sastroatmodjo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syeh Bejirum dan Rajah Anjing
Tarmuzie
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tu-ngang Iskandar
Universitas Indonesia
Veronika Ninik
Wawan Eko Yulianto
Welly Kuswanto
Yuditeha
Yuningtyas Endarwati
Zainal Arifin Thoha
Isi Kandungan Buku:
- ** Mulanya #
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (I)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (II)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (III)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (IV)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (V)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VI)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VII)
- # Akhirnya *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar