Senin, 08 Agustus 2011

Ketika Tuhan Berbisik Lembut

(salah satu pengantar antologi puisi tunggalnya Samsudin Adlawi, “Jaran Goyang”)
Daisuke Miyoshi
http://sastra-indonesia.com/

Sajak-sajak di dalam antologi ini bukan puisi gelap. Berlama-lama saya pandangi, saya pandangi, saya pendangi terus. Diam saya. Terkejut membaca diksi kepada bait. Dari balik diksi itu, satu per satu makna muncul. Seketika menyatu, membuat makna di dalamnya nyata.

Ada ruh di dalamnya. Ada misteri kehidupan. Sajak di sini seperti sengaja dibuat, dengan jiwa dalam waktu yang lama. Kata-kata yang dihadirkan seperti sudah dipertimbangkan penuh pertimbangan. Dan itu lama. Sehingga bait-demi baitnya seperti punya nyawa. Kepada saya, hati bergetar. Makna yang ada membuat hati risau. Ruhnya meniup kepada telinga yang membaca ”Engkau adalah manusia”.

Kangen kepada Tuhan. Penyair sungguh telah padu dengan jiwanya, sehingga dalam antologi ini bukan penyair yang berkata, tapi jiwa. Rangkaian kata yang dibangun bukan kata-kata yang diucapkan mulut, tapi yang dirasakan jiwa. Penyair telah mengingatkan pembaca kepada Tuhan. Membacanya teringat kecilnya manusia, dan besarnya Pencipta.

Kematangan jiwa penyair dapat dilihat dari diksi yang dipakainya. Dari situ tampak keagungan Tuhan. Seolah Tuhan berbisik lembut kepada hamba-Nya.

Penyair hanya membalik-balikkan kata-kata yang ringan, tapi itu membuat maknanya berubah menjadi tajam. Untuk mengartikannya, tidak perlu buka kamus dan waktu lama.

Satu puisi, pesan di baliknya sangat kompleks. Itu tidak semua penyair bisa. Kenyataan para manusia yang lupa, hanya mengejar dunia, penyair mencoba mengingatkannya melalui kata bahwa dunia tidak selamanya.

Ketuhanan ciri khas orang Timur menjadi dasar penciptaan sajak demi sajak yang lahir mengalir dari dalam hatinya.

Analogi yang digunakan penyair pun tidak jauh-jauh. Semua dekat dengan kita. Contohnya; air rintik itu gerimis, mata menitik itu menangis. Semua orang tahu dan dekat dengannya. Sebab, semua orang pernah kehujanan, dan semua orang pernah menangis, paling tidak ketika dilahirkan. Tapi, siapa yang peka terhadap syair itu. Penyair sangat peka dengan kehidupan, karena kematangan jiwanya.

Syair di atas sangat ringan, bahkan sangat ringan sekali. Tetapi, makna di dalamnya sangat dalam, tajam, dan universal. Siapa saja bisa merasa, syair di atas adalah makna. Makna yang diawali dengan perenungan dan diakhiri dengan perenungan pula.

Syair di atas adalah syair yang sukses. Sebab, maknanya telah sampai ke jiwa saya.

Pendapat bahwa karya sastra, termasuk syair, lahir bukan dari kekosongan budaya adalah benar. Dalam antologi ini, pendapat itu dibenarkan. Puisi ini bukan puisi kosong, layak dimaknai semua orang yang bertuhan.

15 Juni 2009
Daisuke Miyoshi (Ehime, Jepang)
Kritikus, ahli bahasa dan sastra Jepang. Sekarang, sedang mendalami bahasa dan sastra Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Rodhi Murtadho Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Akhmad Sekhu Anakku Inspirasiku Anett Tapai Antologi Puisi Kalijaring Arti Bumi Intaran Asarpin Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Awalludin GD Mualif Beni Setia Berita Utama Binhad Nurrohmat Brunel University London Buku Kritik Sastra Catatan Cover Antologi Puisi Bersama Cover Antologi Puisi Buwun Cover Antologi Puisi Empat Kota Cover Antologi Puisi Kitab Para Malaikat Cover Antologi Puisi Ngaceng Cover Antologi Puisi Penyair Perempuan Asas Sihir Terakhir Cover Antologi Puisi Tunggal ALUSI Cover Antologi Puisi Wanita Yang Kencing Di Semak Cover Antologi Sastra Lamongan Cover Balada-balada Serasi Denyutan Puri Cover Balada-balada Takdir Terlalu Dini Cover Jaran Goyang Cover Jurnal Kebudayaan The Sandour Cover Kumpulan Cerpen Amuk Tun Teja Cover Kumpulan Esai Nabi Tanpa Wahyu Cover Kumpulan Esai Trilogi Kesadaran Cover Novel Delusi Cover Novel Kantring Genjer-genjer Cover Novel KUMALA Cover Sahibul Hikayat al Hayat Daisuke Miyoshi Dari Lisan ke Lisan Denny Mizhar Di Balik Semak Pitutur Jawa Dimas Arika Mihardja Edisi III Eka Budianta Enda Menzies Esai Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia Fahrudin Nasrulloh Fanani Rahman Gemuruh Ruh Gerakan Surah Buku (GSB) Hasnan Bachtiar Herbarium Heri Listianto Herry Lamongan Hudan Hidayat Ibnu Wahyudi Imam Nawawi Imamuddin SA Iskandar Noe Jawa Pos Jual Buku Jurnalnet.com Kembang Sepatu Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Laksmi Shitaresmi Lampung Post Leo Tolstoy Lintang Sastra Yogyakarta Liza Wahyuninto Logo M. Yoesoef Mahmud Jauhari Ali Maman S. Mahayana Mardi Luhung Marhalim Zaini Mashuri Mazhab Kutub Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri MG. Sungatno Mohammad Eri Irawan Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Murnierida Pram Nenden Lilis A Noval Jubbek Nurdin F. Joes Nurel Javissyarqi Obral Buku Lamongan Obrolan PDS. H.B. Jassin Penerbit PUstaka puJAngga Pontianak Post Pringadi AS Psikologi Fenomenologi Eksistensialisme Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang Pustaka Ilalang Group PUstaka puJAngga Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Republika Resensi Robin Al Kautsar S.W. Teofani Samsudin Adlawi Samsul Anam Sanggar Lukis Alam Sanggar Teater Jerit Sastra Eksistensialisme-Mistisisme Religius Sastra Perkelaminan SastraNesia Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Sihar Ramses Simatupang Simo Sungelebak Karanggeneng Lamongan Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Suara Karya Sungatno Sunu Wasono Supaat I. Lathief Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syeh Bejirum dan Rajah Anjing Tarmuzie Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tu-ngang Iskandar Universitas Indonesia Veronika Ninik Wawan Eko Yulianto Welly Kuswanto Yuditeha Yuningtyas Endarwati Zainal Arifin Thoha